Kerajaan Singasari adalah kerajaan pendahulu dari kerajaan Majapahit.
Kerajaan Singasari berhasil berjaya mengembangkan wilayah kekuasaannya
menjadi sangat luas. Semuanya diperoleh dengan cara mengalahkan /
menundukkan kerajaan-kerajaan di wilayahnya masing-masing. Bahkan
wilayah kekuasaannya meliputi juga wilayah Kalimantan, Kalimantan Utara
(Malaysia), Vietnam, Kamboja dan Laos yang sebagiannya merupakan wilayah
kekuasaan kerajaan Tartar, Mongolia, sehingga kerajaan Tartar merasa
tercoreng wajahnya karena sebagian wilayah kekuasaannya dicaplok oleh
Singasari. Terlebih lagi karena utusannya yang dikirim untuk
memperingatkan Singasari supaya tunduk kepada Tartar tanpa harus
dihancurkan oleh tentaranya, ternyata malah ditolak dan dipermalukan
oleh raja Singasari, Sri Rajasa Kertanegara.
Ketika kerajaan Singasari mengerahkan kekuatannya di laut untuk
menghadapi serangan dari bangsa Tartar, ternyata mendapatkan
penghianatan dan tusukan dari dalam.
Kerajaan Singasari diserang oleh tentara raja kerajaan Gelang-gelang,
Jayakatwang, yang adalah raja kecil di bawah Singasari. Bahkan Raja
Kertanegara pun tewas dalam serangan tersebut.
Raden Wijaya merintis kembali kejayaan para leluhurnya dengan membangun
kerajaan Majapahit. Dengan caranya sendiri para dewa memberikan
'pencerahan' dan kekuatan kepada Raden Wijaya dan orang-orang yang
setia kepadanya, selain berhasil menipu pasukan Mongol yang datang
menyerang, menunggangi pasukan Mongol untuk menyerang dan membunuh raja
Jayakatwang, juga mengusir balik tentara Mongol ke negeri asalnya.
Kerajaan Majapahit mencapai kejayaannya di bawah kepemimpinan raja Ratu
Tribhuana Tunggadewi, yang menerima wahyu besar raja yang dulu diterima
oleh kakeknya Sri Rajasa Kertanegara, raja terakhir Singasari, bersama
Gajah Mada sebagai mahapatihnya, yang menerima wahyu kepangkatan dan
derajat yang sama besar dengan wahyu rajanya.
Pada saat penobatan Gajah Mada oleh Ratu Tribhuana Tunggadewi menjadi
Mahamantri Mukya Rakryan Mahapatih Amangkubumi Majapahit, sambil
menghunus keris lurusnya Surya Panuluh, Gajah Mada bersumpah: "Sira
Gajah Mada Patih Amangkubumi tan ayun amuktia palapa. Sira Gajah Mada,
lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun,
ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali,
Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amuktia palapa".
Artinya: "Aku Gajah Mada Pemangku jabatan Patih tidak akan menikmati
palapa.
Aku Gajah Mada, setelah mengalahkan nusantara, baru aku akan menikmati
palapa, setelah kalah : Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo,
Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, baru aku akan menikmati palapa".
Palapa adalah kebiasaan nyirih / nginang, yang dilakukan masyarakat jawa
dalam kondisi santai, ketika tidak sedang sibuk bekerja. Dalam sumpah
itu palapa dimaksudkan sebagai simbol hidup santai menikmati duniawi.
Sesudah wilayah "Nusantara" bersatu di bawah kekuasaan kerajaan
Majapahit, barulah Gajah Mada mau menikmati palapa, hidup santai
berhenti bekerja. Dengan sumpahnya itu Gajah Mada menyatakan akan
mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, tidak akan
hidup santai sebelum sumpahnya terlaksana.
Gurun = Nusa Penida
Seran = Seram
Tanjung Pura = kerajaan Tanjung Pura, Kalimantan Barat.
Haru = Sumatera Utara.
Pahang = Pahang di Semenanjung Melayu
Dompo = Dompu
Bali = Bali
Sunda = kerajaan Sunda
Palembang = Sriwijaya
Tumasik = Singapura.
Sumpah Palapa itu sangat menggemparkan para undangan yang hadir dalam
pelantikan Gajah Mada sebagai Patih Amangkubumi. Ra Kembar mencemooh
Gajah Mada sambil mengejek dan meneriakkan sumpah serapah. Para undangan
yang lain pun turut mengejek. Bahkan Jabung Krewes dan Lembu Peteng
mentertawainya sampai terpingkal-pingkal. Sumpah Palapa itu dicemooh
banyak orang, karena Gajah Mada mengikrarkan penaklukkan suatu wilayah
yang luas sekali, sedangkan saat itu Majapahit belumlah menjadi kerajaan
besar.
Sumpah Tan Ayun Amuktia Palapa itu diucapkan dengan kesungguhan hati
oleh Gajah Mada, dan kerisnya, Surya Panuluh, menjadi saksi kesungguhan
tekadnya. Oleh karena itu ia sangat marah ketika ditertawakan. Dengan
sigap Gajah Mada turun dari paseban dan membunuh Ra Kembar, Arya Warak,
Jabung Tarewes, Banyak dan Lembu Peteng yang telah mentertawakan dan
mengejeknya habis-habisan. Arya Tadah (Mpu Krewes), mahapatih yang
digantikannya, juga dimarahinya.
Semua pejabat kerajaan yang telah mencemooh dirinya ia
singkirkan dan digantinya dengan orang-orang pilihannya. Gerakan expansi
pun disiapkan. Perekrutan dan pelatihan keprajuritan dilakukan
besar-besaran.
Expansi ke barat, expansi Pamalayu, dipimpin oleh Senopati Mpu Nala,
tentara angkatan laut Majapahit berhasil menaklukkan kerajaan Samudra
Pasai, Jambi, Palembang, Swarnabhumi (Sriwijaya), Tamiang dan
negeri-negeri lain di Swarnadwipa (Sumatera). Kemudian juga Langkasuka,
Kelantan, Kedah, Selangor, Pulau Bintan, Tumasik (Singapura) dan
Semenanjung Malaka.
Selanjutnya kapal-kapal perang Majapahit mendarat di Tanjungpura,
menundukkan Sambas, Banjarmasin, Pasir, Kutai dan sejumlah negeri
seperti Kapuas, Katingan, Sampit, Kotalingga (Tanjunglingga), Lawai,
Kotawaringin, Kandangan, Landak, Samadang, Tirem, Sedu, Brunei, Kalka,
Saludung, Solok, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung. Tanjungkutei dan
Malano.
Seluruh penguasa Sumatera, Kalimantan dan pulau-pulau di sekitarnya
berhasil ditaklukkan Majapahit hanya dalam waktu tujuh tahun setelah
Sumpah Palapa dikumandangkan.
Kemudian gerakan expansi dilaksanakan ke timur dan berhasil menaklukkan
kerajaan Bedahulu (Bali) dan Lombok. Expansi dilanjutkan ke timur lagi
hingga menaklukkan Logajah, Gurun, Seram, Hutankadali, Sasak. Makasar,
Buton, Banggai, Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba, Sumbawa Muara (Saparua),
Solor, Bima, Wandan (Banda), Seram Ambon, Timor dan Dompo.
Seluruh penguasa wilayah timur nusantara berhasil ditaklukkan, termasuk
pulau Irian (Papua), Sangir Talaud dan beberapa wilayah Filipina bagian
selatan.
Di bawah kerajaan Majapahit, wilayah kekuasaan Singasari dulu diperluas
lagi menjadi wilayah yang sekarang dikenal sebagai wilayah nusantara.
Bahkan kerajaan Sriwijaya di Palembang, yang adalah kerajaan terkuat di
wilayah barat, berhasil dikalahkannya, sehingga panji-panji kebesaran
Majapahit berkibar di seluruh nusantara. Walaupun kerajaan Majapahit
tidak secara nyata menguasai daratan dan lautan, tetapi
kerajaan-kerajaan yang menjadi penguasanya berhasil ditundukkannya.
Pasukan Mongol pun, yang beberapa kali dikirim untuk menyerang
Majapahit, berhasil diusir kembali.
Dalam expansi-expansi itu, kerajaan Majapahit sangat
mengandalkan Mpu Nala, panglima angkatan laut Majapahit, seorang perwira
tinggi berusia muda yang tandange nggegirisi. Kehebatannya bertempur
di lautan tidak diragukan lagi, hingga negeri-negeri yang memiliki
angkatan laut kuat seperti Swarna Dwipa, Dharma Sraya dan Tumasek pun
mengakuinya. Setelah wilayah-wilayah nusantara ditaklukkan, Mpu Nala
menempatkan kapal-kapal perangnya di lima titik penting perairan
nusantara untuk mengantisipasi datangnya pasukan kerajaan Negeri Atap
Langit, Mongol.
Sumpah Tan Ayun Amuktia Palapa berhasil diwujudkan oleh Gajah Mada. Dia
juga berhasil menaikkan wibawa raja di mata rakyatnya, mewujudkan figur
raja jawa yang tergambar dalam filosofi manunggaling kawula lan gusti,
manunggalnya rakyat dan rajanya, dimana rakyat menjunjung tinggi raja
sesembahannya dan raja mengayomi rakyatnya. Juga para penguasa daerah di
jawa timur dan jawa tengah, kadipaten dan kabupaten, menjunjung tinggi
dan menyatu dengan kebesaran kerajaan Majapahit, sehingga meniadakan
hasrat untuk memberontak. Semuanya menyatu di bawah panji-panji
Majapahit.
Rahasia kejayaan Singasari dan Majapahit ini bukan hanya terletak pada
kekuatan ketentaraan dan kesaktian personilnya, tetapi juga kesaktian
dari keris-keris sakti mereka.
Dalam menaklukkan kerajaan-kerajaan dan negeri-negeri jajahannya, mereka
bukan hanya harus berhadapan dengan bala tentara kerajaan lawan, tetapi
juga rakyat sipil, tokoh-tokoh sakti dunia persilatan dan para pendekar
setempat yang terpanggil untuk membela negerinya. Mereka juga bukan
hanya menghadapi kekuatan kesaktian kanuragan manusia, tetapi juga
segala macam bentuk kesaktian gaib, serangan gaib sihir, santet, teluh,
tenung dan berbagai macam keilmuan gaib musuh-musuhnya. Dan untuk
mengalahkan segala bentuk kesaktian itu, selain digunakan kekuatan
kesaktian dari diri mereka sendiri, juga digunakan kesaktian dari
keris-keris mereka.
Pada jaman Kerajaan Singasari, tentara kerajaan mendapatkan pelajaran
resmi gerakan silat keprajuritan berdasarkan gerakan banteng dan macan
(/singa).
Di dalam formasi bertahan atau menyerang, barisan bertahan dan menyerang
seperti banteng ini, selain menguatkan fisik tentaranya, juga sangat
ampuh untuk mengalahkan pasukan lawan.
Dengan bersenjatakan tombak panjang atau pedang, dengan
barisan yang rapat, bergerak menyerang maju menusuk dan mundur bertahan
dan gerakan kaki menghentak ke tanah, teratur saling mengisi dan
melindungi, gerakan barisan banteng ini membuat tentara lawan terdesak
dan tak ada ruang untuk menghindar, kecuali mundur atau kabur. Dan
sifat-sifat banteng ketaton (banteng marah karena terluka) siap
diterapkan dalam kondisi terdesak, tidak ada kata kalah dan mundur,
lebih baik sama-sama hancur.
Gerakan menyerang seperti macan atau singa digunakan pada saat terdesak
dan formasinya terpecah. Para prajurit membentuk kelompok-kelompok kecil
seperti sekawanan singa dan melakukan serangan seperti macan mengamuk.
Dengan banyaknya jumlah tentara dan ketangguhan keprajuritannya itu
kerajaan Singasari berhasil memperluas wilayah kekuasaannya dengan
menundukkan banyak kerajaan di banyak wilayah, bahkan sampai ke negeri
seberang, negeri Laos, Vietnam dan Kamboja.
Ilmu kesaktian ketentaraan kerajaan mencapai puncak kejayaannya pada
jaman Mahapatih Gajah Mada.
Ketentaraan disempurnakan dengan keilmuan yang berdasarkan pada filosofi
sifat-sifat gajah, yaitu besar, kuat dan menakutkan (ilmu ini juga
diilhami oleh sifat-sifat kesaktian dewa pujaan mereka, Ganesha). Dalam
penggunaannya, dengan dilambari kekuatan kebatinan, mereka membuat suara
riuh sambil menjejakkan kaki di tanah, sehingga membuat bumi
seolah-olah bergetar dan membuat mental pasukan lawan runtuh (bahkan
dengan keilmuan ketentaraan ini pasukan Majapahit tidak hanya dapat
melunturkan pengaruh ilmu auman macan pasukan Pasundan, tetapi juga
merontokkan mental lawan dan membuat barisannya kacau balau - Perang
Bubat).
Dengan kekuatan ketentaraannya itu kerajaan Majapahit berjaya
mengembangkan kekuasaannya bukan hanya ke utara seperti jaman Singasari,
tetapi juga ke timur dan ke barat. Bahkan Sriwijaya, kerajaan terkuat
di wilayah barat pun ditaklukannya. Dan pasukan Mongol yang beberapa
kali dikirim untuk menaklukkan Majapahit pun berhasil dipukul mundur.
Dengan filosofi gajah itu Gajah Mada membuat fisik pasukannya menjadi
kuat dan bermental baja.
Gajah Mada sendiri, selain berkekuatan besar dan berkesaktian
tinggi, juga menggunakan untuk dirinya sendiri suatu ilmu yang disebut
ilmu gajah atau ilmu lembu sekilan, suatu ilmu untuk memadatkan kekuatan
kebatinan dan tenaga dalam menjadi setebal sejengkal dari tubuhnya,
menjadikannya berkekuatan besar dan berkesaktian tinggi, membuat
tubuhnya kuat dan tak dapat dikenai pukulan dan segala macam senjata
tajam dan pusaka, dan tak mempan sihir dan santet, suatu jenis ilmu
kesaktian kekuatan dan pertahanan tubuh yang didasari filosofi gajah
yang berbadan besar, kuat dan berkulit tebal, yang menjadikannya jaya
tak terkalahkan dalam setiap pertarungan.