Pada saat pembuatannya, tuah keris dibuat berdasarkan pertimbangan
yang bersifat pribadi, sehingga tuah keris yang dipesan oleh seorang
raja, bupati dan adipati, atau keluarga raja, dan penguasa dan pejabat
pemerintahan selalu mengenai kesaktian, wibawa kekuasaan dan
kepemimpinan. Tuah keris untuk para pedagang selalu berkisar pada
kejayaan berdagang. Tuah keris untuk rakyat biasa kebanyakan berkisar
pada kerejekian, keselamatan, ketentraman keluarga, keberkahan hidup,
dsb.
Sebagai benda pribadi, keris dibuat secara khusus agar memiliki tuah
yang sesuai dengan kepribadian dan kehidupan pemiliknya, sehingga
kekuatan tuah keris dapat secara maksimal mendukung aktivitas
keseharian dan upaya pemiliknya dalam mencapai keinginan atau
cita-citanya.
Tuah keris yang paling dasar adalah untuk kesaktian. Semua keris,
apapun jenis kerisnya dan jenis tuahnya, mengandung unsur kesaktian
dan kekuatan gaib di dalamnya.
Walaupun tuah utama sebuah keris adalah untuk kerejekian, ketika
sedang digunakan untuk berkelahi, keris itu akan berfungsi sebagai
keris kesaktian, menjadi senjata tarung, menjadi senjata tusuk dan
sabet untuk bertarung, berkelahi, dan kekuatan gaibnya berfungsi untuk
menembus kekebalan atau perisai gaib lawannya.
Walaupun tuah utamanya adalah untuk kerejekian, tetapi kekuatan
gaibnya tetap jauh lebih tinggi dibandingkan kesaktian jimat-jimat
yang biasa dipakai untuk kekebalan, seperti mustika wesi kuning, rante
babi, mustika merah delima ataupun jimat rajahan dan jimat-jimat kebal
isian. Jika benar-benar sedang digunakan bertarung / berkelahi,
kegaibannya juga akan menambah keberanian, semangat tempur, kecepatan
gerak dan kekuatan badan untuk berkelahi dan menambah kekuatan
keilmuan kesaktian manusia pemiliknya.
Walaupun tuah utamanya adalah untuk kerejekian, kekuatan gaibnya juga
bisa diminta untuk memberikan pagaran gaib atau perlindungan gaib
untuk si pemilik keris dan keluarganya.
Tuah dasar lainnya adalah untuk perlindungan gaib bagi si pemilik
keris dari serangan gaib atau kejahatan. Jadi, selain tuah utamanya
yang untuk kesaktian, kekuasaan atau rejeki, keris juga memberikan
tuah perlindungan gaib dan kekuatan gaibnya juga bisa diminta untuk
memberikan pagaran gaib atau perlindungan gaib untuk si pemilik keris
dan keluarganya.
Dengan demikian bila ada orang yang mengatakan bahwa keris anda adalah
sebuah keris yang bertuah untuk kekuasaan, kewibawaan, atau rejeki,
sebenarnya terkandung juga di dalamnya tuah untuk kesaktian dan
perlindungan gaib, walaupun tuah itu mungkin tidak terasa dominan.
Pada jaman sekarang kehidupan sudah diwarnai dengan peralatan listrik
dan elektronik. Lampu-lampu listrik, jalanan lebar dan sarana
transportasi bermesin dapat ditemukan dimana-mana. Penegakan hukum
sudah dilakukan oleh aparat-aparat negara. Orang berkelahi pun
urusannya akan sampai kepada kepolisian, apalagi mengancam atau
berkelahi menggunakan senjata tajam. Kehidupan manusia juga sudah
agamis, menjauhkan kehidupan manusia dari hal-hal gaib dan yang berbau
klenik. Keris juga tergolong sebagai senjata tajam yang tidak boleh
dengan bebas dikenakan atau dibawa-bawa ke tempat umum. Karena itu
pada jaman sekarang keris tidak lagi menjadi senjata dan pusaka yang
diinginkan orang.
Tetapi kehidupan jaman dulu tidak sama dengan kehidupan jaman
sekarang. Jaman dulu belum ada lampu- lampu listrik dan alat-alat
elektronik. Ketika malam datang, penerangan hanya berupa obor dan
lampu-lampu api kecil. Kegelapan terasa dominan. Apalagi di lingkungan
tempat tinggal manusia masih banyak pohon-pohon besar dan lebat,
gunung, bukit, hutan dan tanaman-tanaman liar yang lebat,
tempat-tempat yang nyaman untuk tempat tinggal mahluk halus dan juga
nyaman untuk dijadikan sarang penyamun. Tempat-tempat angker dan
wingit ada dimana-mana. Interaksi mahluk halus dengan manusia sudah
biasa terjadi. Ilmu-ilmu kesaktian dan perdukunan adalah sesuatu yang
umum.
Itulah sebabnya keris-keris buatan para empu memberikan tuah dasar
berupa kesaktian dan perlindungan dari serangan mahluk gaib dan akan
memberikan peringatan agar waspada bila akan ada kejadian musibah atau
kejahatan. Keris menjadi alat pelindung yang dibutuhkan dalam
kehidupan sehari-hari manusia.
Pada jaman itu seorang empu keris adalah juga seorang spiritualis dan
pemuka agama / rohaniwan yang seringkali juga diminta untuk memimpin
suatu ritual keagamaan dan kerohanian (baca : Keris dan Empu Keris).
Karena itu sebuah keris yang diterima dari seorang empu keris akan
sangat dihargai dan juga 'dikeramatkan', lebih daripada sekedar jimat
dan senjata, karena berisi doa-doa keselamatan dan kesejahteran dari
seorang spiritualis dan pemuka agama untuk si pemilik keris.
Dengan demikian, lebih daripada sekedar sebuah senjata, keris juga
secara psikologis menjadi lambang kerohanian dan kedekatan hati dengan
Tuhan. Karena itulah sang pemilik keris akan benar-benar menjaga dan
memelihara kerisnya, bahkan akan 'mengeramatkan'-nya, lebih daripada
sekedar senjata atau pun jimat. Sesuai agama manusia pada masa itu,
keris menjadi sarana kedekatan hati dengan Tuhan dan juga menjadi
sarana pemujaan kepada Tuhan. Karena itu seorang pemilik keris akan
selalu menjaga kelurusan hati, tekun beribadah, menjaga moral dan budi
pekerti dan sikap ksatria. Orang jawa yang mengerti kawruh kejawen
memahami bahwa keris adalah bersifat sakral, bukan klenik. Itu juga
sebabnya orang-orang yang bergerak dalam dunia kejahatan, yang menjadi
penyamun, perampok, dsb, orang-orang golongan hitam, biasanya akan
menggunakan senjata jenis lain, bukan keris.
Pada jaman dulu aparat keamanan pun jauh dari jangkauan masyarakat,
karena hanya ada di pusat-pusat kerajaan, kadipaten atau kabupaten.
Biasanya masyarakat melakukan upaya swadaya, hukum ditegakkan sesuai
aturan umum yang berlaku di masyarakat setempat, hukum adat. Tetapi
upaya masyarakat itu menjadi tidak berarti ketika ada pihak-pihak
tertentu yang memiliki kekuatan yang besar, kesaktian yang tinggi,
memiliki anggota yang banyak, yang melakukan kejahatan atau
penindasan.
Juga sudah umum bila terjadi suatu pertengkaran akan selalu berujung
pada perkelahian dan pertarungan yang seringkali berujung pada
tewasnya seseorang. Karena itu pada jaman dulu ajaran budi pekerti dan
wejangan leluhur selalu ditekankan dalam kehidupan sehari-hari untuk
membentuk akhlak manusia yang baik dan menjauhkan manusia dari
perbuatan-perbuatan jahat. Kontras sekali dengan jaman sekarang yang
kehidupan manusianya sudah sangat agamis, tetapi ajaran agamis itu
juga yang seringkali dijadikan alat pembenaran untuk menindas,
menganiaya dan membunuh manusia lain.
Karena keberadaan aparat keamanan jauh dari jangkauan masyarakat, maka
pada jaman dulu ajaran budi pekerti dan wejangan leluhur selalu
ditekankan dalam kehidupan sehari-hari. Ajaran-ajaran budi luhur itu
pula yang membentuk manusia menjadi berwatak ksatria, maka bila
seseorang memiliki kemampuan ilmu bela diri atau kesaktian kanuragan,
diharapkan kesaktian itu tidak disalahgunakan untuk kesombongan dan
kejahatan, tetapi akan memunculkan ksatria-ksatria yang menggunakan
kesaktiannya untuk membela kebenaran dan menolong orang-orang yang
tertindas. Dengan demikian keksatriaan dan kesaktian kanuragan adalah
sesuatu hal yang penting untuk membela diri dan untuk menolong orang
lain, dan keris-keris buatan para empu itu juga selalu mengandung tuah
gaib untuk menunjang keksatriaan dan kesaktian, untuk disatukan dengan
kebatinan pemakainya, walaupun tuah itu juga tidak selalu dominan.
Secara umum keris-keris dibuat dengan tujuan mendampingi manusia
pemiliknya, tuahnya dan kekuatan gaibnya disesuaikan dengan si manusia
calon pemiliknya. Keris-keris dengan tuah kesaktian awalnya dibuat
untuk tujuan mendampingi pemiliknya yang berilmu kesaktian kanuragan
dan kebatinan. Sosok gaibnya akan menyatu dengan kebatinan orang
tersebut. Keris-keris jenis ini ada yang berkekuatan tinggi, ada juga
yang biasa saja. Tetapi sekalipun kekuatan / kesaktian gaibnya rendah,
setelah sosok gaibnya menyatu dengan manusia pemiliknya, akan
menjadikan kesaktian kebatinan manusia itu menjadi meningkat
berlipat-lipat dan sosok gaib keris itu akan mengikuti sugesti
kebatinan pemiliknya. Tetapi jika keris ini dimiliki oleh orang-orang
yang tidak menekuni kesaktian / kebatinan, biasanya sosok gaib
kerisnya akan pasif, hanya menunggu untuk diperintah secara khusus.
Dalam penyatuannya (pendampingan) kepada si manusia pemiliknya ada
sosok gaib keris yang tampak berdiri mendampingi tuannya, tetapi ada
juga yang tetap berdiam di dalam kerisnya. Masing-masing mempunyai
cara pendampingan sendiri-sendiri.
Keris-keris dibuat tidak ditujukan untuk adu kekuatan gaib, walaupun
kekuatan gaibnya bisa juga untuk adu kekuatan gaib (misalnya untuk
pembersihan gaib). Secara umum tujuan keris-keris dibuat dimaksudkan
dengan cara pendampingannya masing-masing keris-keris itu akan
memberikan tuahnya kepada si manusia, dan untuk hasil kerja yang
maksimal dalam pendampingan itu dibutuhkan adanya penyatuan kebatinan
si manusia dengan kerisnya (ada interaksi batin).
Sifat kejiwaan keris sama seperti manusia yang memomong dan menjaga
anaknya. Bila si manusia peka rasa, bisa mendengarkan bisikan kerisnya
yang berupa ide dan ilham dan firasat (dan mimpi), maka orang itu akan
dituntun kepada jalan yang mengantarkannya sukses sesuai jenis tuah
kerisnya dan menjauhkannya dari kesulitan dan bahaya. Sifat kejiwaan
yang seperti itu tidak kita dapatkan dari benda-benda gaib lain.
Umumnya orang-orang jawa jaman dulu peka rasa dan batin, sehingga akan
mudah penyatuan kebatinannya dengan keris-kerisnya. Itulah juga
sebabnya orang-orang jawa jaman dulu, yang peka rasa, lebih memilih
keris daripada benda-benda gaib lain.
Seorang empu keris yang mendarma-baktikan hidupnya dalam jalur
perkerisan, bukan hanya melayani kalangan atas, tetapi juga mengayomi
masyarakat bawah. Sebagai seorang spiritualis dan pemuka agama
kadangkala seorang empu keris diminta untuk memimpin suatu ritual
keagamaan dan kerohanian, bukan hanya yang bersifat kenegaraan, tetapi
juga untuk masyarakat umum, seperti acara ruwatan, sedekah desa,
ritual bersih desa, syukuran sesudah panen, dsb. Keris-keris yang
dibuatnya juga bukan hanya yang bersifat pesanan khusus, tetapi juga
keris-keris yang dibuat masal untuk rakyat kebanyakan.
Untuk keperluan ritual keagamaan / kerohanian ada jenis keris khusus
yang disebut keris sajen. Biasanya bentuk garapannya sederhana tidak
seperti keris-keris pada umumnya. Ukurannya kecil dan panjangnya hanya
sejengkal tangan atau lebih sedikit. Ganja-nya menyatu dengan badan
kerisnya (ganja iras). Gagangnya juga dari besi, bukan kayu, biasanya
berbentuk kepala dan wajah manusia atau kepala dan wajah mahluk halus
yang menyeramkan.